Khutbahmemiliki struktur penting yang tersusun dalam bagian-bagiannya. Sebab berbeda antara khutbah dengan pidato maupun ceramah. Pada dasarnya Khotbah pada sholat Jumat adalah wajib. Ada beberapa teori yang membahas mengenai pembagian struktur teks untuk khotbah Jumat ini. Dengandemikian, khutbah harus disampaikan secara lisan di hadapan banyak orang dan harus meyakinkan dengan argumen-argumen yang kuat serta memberikan pengaruh kepada pendengar, baik itu berupa motivasi atau peringatan. Rukun Khutbah. Mengucapkan Alhamdulillah, dengan bentuk ucapan apa pun yang mengandung pujian pada Allah. SyaratKhotib Jum'at. Salah satu syarat sahnya mendirikan shalat jum'at ialah harus didahului khutbah oleh khotib dengan ketentuan: a. Muslim yang telah baligh, berakal sehat, dan taat beribadah. b. Mengetahui syarat, rukun, dan sunnah khutbah. c. Suci dari hadats, baik badan dan pakaian serta tertutup auratnya. d. Fast Money. Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 163604 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d84780c4c6e06c6 • Your IP • Performance & security by Cloudflare Salah satu syarat sah pelaksanaan shalat Jumat adalah didahului dua khutbah. Ritual khutbah dilakukan sebelum shalat Jumat dikerjakan. Khutbah Jumat dilakukan dua kali, di antara khutbah pertama dan kedua dipisah dengan duduk. Khutbah Jumat memiliki lima rukun yang harus dipenuhi. Kelima rukun tersebut disyaratkan menggunakan bahasa Arab dan harus dilakukan dengan tertib berurutan serta berkesinambungan muwâlah. Berikut ini lima rukun khutbah Jumat beserta penjelasannya. Pertama, memuji kepada Allah di kedua khutbah Rukun khutbah pertama ini disyaratkan menggunakan kata “hamdun” dan lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya, misalkan “alhamdu”, “ahmadu”, “nahmadu”. Demikian pula dalam kata “Allah” tertentu menggunakan lafadh jalalah, tidak cukup memakai asma Allah yang lain. Contoh pelafalan yang benar misalkan “alhamdu lillâh”, “nahmadu lillâh”, “lillahi al-hamdu”, “ana hamidu Allâha”, “Allâha ahmadu”. Contoh pelafalan yang salah misalkan “asy-syukru lillâhi” karena tidak memakai akar kata “hamdun”, “alhamdu lir-rahmân karena tidak menggunakan lafadh jalalah “Allah”. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan ويشترط كونه بلفظ الله ولفظ حمد وما اشتق منه كالحمد لله أو أحمد الله أو الله أحمد أو لله الحمد أو أنا حامد لله فخرج الحمد للرحمن والشكر لله ونحوهما فلا يكفي “Disyaratkan adanya pujian kepada Allah menggunakan kata Allah dan lafadh hamdun atau lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya. Seperti alhamdulillah, ahmadu-Llâha, Allâha ahmadu, Lillâhi al-hamdu, ana hamidun lillâhi, tidak cukup al-hamdu lirrahmân, asy-syukru lillâhi, dan sejenisnya, maka tidak mencukupi.” Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, hal. 246. Kedua, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad di kedua khutbah Dalam pelaksanaanya harus menggunakan kata “al-shalatu” dan lafadh yang satu akar kata dengannya. Sementara untuk asma Nabi Muhammad, tidak tertentu menggunakan nama “Muhammad”, seperti “al-Rasul”, “Ahmad”, “al-Nabi”, “al-Basyir”, “al-Nadzir” dan lain-lain. Hanya saja, penyebutannya harus menggunakan isim dhahir, tidak boleh menggunakan isim dlamir kata ganti menurut pendapat yang kuat, meskipun sebelumnya disebutkan marji’nya. Sementara menurut pendapat lemah cukup menggunakan isim dlamir. Contoh membaca shalawat yang benar “ash-shalâtu alan-Nabi”, “ana mushallin alâ Muhammad”, “ana ushalli ala Rasulillah”. Contoh membaca shalawat yang salah “sallama-Llâhu ala Muhammad”, “Rahima-Llâhu Muhammadan karena tidak menggunakan akar kata ash-shalâtu, “shalla-Llâhu alaihi” karena menggunakan isim dlamir. Syekh Mahfuzh al-Tarmasi mengatakan ويتعين صيغتها اي مادة الصلاة مع اسم ظاهر من أسماء النبي صلى الله عليه وسلم “Shighatnya membaca shalawat Nabi tertentu, yaitu komponen kata yang berupa as-shalâtu beserta isim dhahir dari beberapa asma Nabi Muhammad shallahu alaihi wasallama”. Syekh Mahfuzh al-Tarmasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, hal. 248. Ikhtilaf ulama mengenai keabsahan membaca shalawat Nabi dengan kata ganti isim dlamir dijelaskan Syekh Mahfuzh al-Tarmasi sebagai berikut فخرج سلم الله على محمد ورحم الله محمدا وصلى الله عليه فلا يكفي على المعتمد خلافا لمن وهم فيه وإن تقدم له ذكر يرجع إليه الضمير قوله فلا يكفي على المعتمد أي وفاقا لشيخ الإسلام والخطيب والرملي وغيرهم قوله خلافا لمن وهم فيه أي فقالوا بإجزاء ذلك وهم جماعة من متأخري علماء اليمن منهم الشهاب أحمد بن محمد الناشري والحسين بن عبد الرحمن الأهدل “Mengecualikan sallama-Llâhu alâ Muhammad, rahima-Llâhu Muhammadan dan shallâhu alaihi, maka yang terakhir ini tidak mencukupi menurut pendapat al-mu’tamad kuat, berbeda dari ulama yang menilai cukup, meskipun didahului marji’nya dlamir. Pendapat al-mu’tamad tersebut senada dengan pendapatnya Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari, Syekh al-Khathib, Syekh al-Ramli dan lain sebagainya. Sedangkan pendapat lemah yang mencukupkan penyebutan dlamir adalah pendapat sekelompok ulama Yaman, di antaranya Syekh Ahmad bin Muhammad al-Nasyiri dan Syekh Husain bin Abdurrahman al-Ahdal.” Syekh Mahfuzh al-Tarmasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011 M, juz IV, hal. 249. Ketiga, berwasiat dengan ketakwaan di kedua khutbah Rukun khutbah ketiga ini tidak memiliki ketentuan redaksi yang paten. Prinsipnya adalah setiap pesan kebaikan yang mengajak ketaatan atau menjauhi kemaksiatan. Seperti “Athi’ullaha, taatlah kalian kepada Allah”, “ittaqullaha, bertakwalah kalian kepada Allah”, “inzajiru anil makshiat, jauhilah makshiat”. Tidak cukup sebatas mengingatkan dari tipu daya dunia, tanpa ada pesan mengajak ketaatan atau menjauhi kemakshiatan. Syekh Ibrahim al-Bajuri mengatakan ثم الوصية بالتقوى ولا يتعين لفظها على الصحيح قوله ثم الوصية بالتقوى ظاهره أنه لا بد من الجمع بين الحث على الطاعة والزجر عن المعصية لأن التقوى امتثال الأوامر واجتناب النواهي وليس كذلك بل يكفي أحدهما على كلام ابن حجر ...الى ان قال... ولا يكفي مجرد التحذير من الدنيا وغرورها اتفاقا “Kemudian berwasiat ketakwaan. Tidak ada ketentuan khusus dalam redaksinya menurut pendapat yang shahih. Ucapan Syekh Ibnu Qasim ini kelihatannya mengharuskan berkumpul antara seruan taat dan himbauan menghindari makshiat, sebab takwa adalah mematuhi perintah dan menjauhi larangan, namun sebenarnya tidak demikian kesimpulannya. Akan tetapi cukup menyampaikan salah satu dari keduanya sesuai pendapatnya Syekh Ibnu Hajar. Tidak cukup sebatas menghindarkan dari dunia dan segala tipu dayanya menurut kesepakatan ulama”. Syekh Ibrahim al-bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ala Ibni Qasim, Kediri, Ponpes Fathul Ulum, tanpa tahun, Keempat, membaca ayat suci al-Quran di salah satu dua khutbah. Membaca ayat suci al-Quran dalam khutbah standarnya adalah ayat al-Qur'an yang dapat memberikan pemahaman makna yang dimaksud secara sempurna. Baik berkaitan dengan janji-janji, ancaman, mauizhah, cerita dan lain sebagainya. Seperti contoh يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ “Wahai orag-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah orang-orang yang jujur”. QS. at-Taubah 119. Tidak mencukupi membaca potongan ayat yang tidak dapat dipahami maksudnya secara sempurna, tanpa dirangkai dengan ayat lainnya. Seperti ثُمَّ نَظَرَ “Kemudian dia memikirkan” QS. Al-Muddatsir ayat 21. Membaca ayat Al-Qur'an lebih utama ditempatkan pada khutbah pertama. Syekh Abu Bakr bin Syatha mengatakan قوله ورابعها أي أركان الخطبتين قوله قراءة آية أي سواء كانت وعدا أم وعيدا أم حكما أم قصة وقوله مفهمة أي معنى مقصودا كالوعد والوعيد وخرج به ثم نظر أو ثم عبس لعدم الإفهام قوله وفي الأولى أولى أي وكون قراءة الآية في الخطبة الأولى أي بعد فراغها أولى من كونها في الخطبة الثانية لتكون في مقابلة الدعاء للمؤمنين في الثانية “Rukun keempat adalah membaca satu ayat yang memberi pemahaman makna yang dapat dimaksud secara sempurna, baik berupa janji-janji, ancaman, hikmah atau cerita. Mengecualikan seperti ayat “tsumma nadhara”, atau “abasa” karena tidak memberikan kepahaman makna secara sempurna. Membaca ayat lebih utama dilakukan di khutbah pertama dari pada ditempatkan di khutbah kedua, agar dapat menjadi pembanding keberadaan doa untuk kaum mukminin di khutbah kedua.” Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anatut Thalibin, cetakan al-Haramain-Surabaya, tanpa tahun. Kelima, berdoa untuk kaum mukmin di khutbah terakhir Mendoakan kaum mukminin dalam khutbah Jumat disyaratkan isi kandungannya mengarah kepada nuansa akhirat. Seperti “allahumma ajirnâ minannâr, ya Allah semoga engkau menyelematkan kami dari neraka”, “allâhumma ighfir lil muslimîn wal muslimât, ya Allah ampunilah kaum muslimin dan muslimat”. Tidak mencukupi doa yang mengarah kepada urusan duniawi, seperti “allâhumma a’thinâ mâlan katsîran, ya Allah semoga engkau memberi kami harta yang banyak”. Syekh Zainuddin al-Malibari mengatakan و خامسها دعاء أخروي للمؤمنين وإن لم يتعرض للمؤمنات خلافا للأذرعي ولو بقوله رحمكم الله وكذا بنحو اللهم أجرنا من النار إن قصد تخصيص الحاضرين في خطبة ثانة لاتباع السلف والخلف “Rukun kelima adalah berdoa yang bersifat ukhrawi kepada orang-orang mukmin, meski tidak menyebutkan mukminat berbeda menurut pendapat imam al-Adzhra’i, meski dengan kata, semoga Allah merahmati kalian, demikian pula dengan doa, ya Allah semoga engkau menyelamatkan kita dari neraka, apabila bermaksud mengkhususkan kepada hadirin, doa tersebut dilakukan di khutbah kedua, karena mengikuti ulama salaf dan khalaf.” Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy I’anatut Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, Dalam komentarnya atas referensi di atas, Syekh Abu Bakr bin Syatha menambahkan قوله دعاء أخروي فلا يكفي الدنيوي ولو لم يحفظ الأخروي وقال الأطفيحي إن الدنيوي يكفي حيث لم يحفظ الأخروي قياسا على ما تقدم في العجز عن الفاتحة بل ما هنا أولى “Ucapan Syekh Zainuddin, berdoa yang bersifat ukhrawi, maka tidak cukup urusan duniawi, meski khatib tidak hafal doa ukhrawi. Imam al-Ithfihi mengatakan, sesungguhnya doa duniawi mencukupi ketika tidak hafal doa ukhrawi karena disamakan dengan persoalan yang lalu terkait kondisi tidak mampu membaca surat al-fatihah, bahkan dalam persoalan ini lebih utama” Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy I’anatut Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, ​​​​​​​Demikian penjelasan mengenai rukun-rukun khutbah. Semoga dapat dipahami dengan baik. Kami sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran. Wallahu a’lam. M. Mubasysyarum Bih Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 163602 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d8478010f13b706 • Your IP • Performance & security by Cloudflare

susunan khutbah yang baik adalah